Saat ini kita diperhadapkan pada hiruk pikuk
ke-pemimpinan. Banyak yang sangat bangga dengan pemimpinnya namun tak
sedikit pula yang sudah merasa gerah. Hal ini disebabkan 2 faktor, yakni
pertama, soal kinerja pemerintahan yang belum maksimal dan yang kedua
adalah sikap atau perilaku pemimpin dalam merespon kritikan. Saya kira
kita semua mafhum kalau pemimpin adalah bahagian terpenting dalam
kehidupan kita sebab tanpa kepemimmpinan, maka kita pun akan sulit
menuju harapan serta tujuan yang dituju. Paling tidak karakter dan jiwa
kepemimpinan ada disetiap jiwa kita masing-masing. Dalam bahasa Islam,
sebuah hadits menjelaskan bahwa “ kalian semua adalah pemimpin, dan
kalian semua bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya”.
Pemimpin akan selalu berkorelasi dengan
tanggung jawab, sebab tanggung jawab itu menjadi domain kuasa terhadap
apa yang dipimpinnya. Jika kemudian pemimpin tidak bisa memainkan atau
tepatnya memerankan tanggung jawab itu, maka kredibilitas pemimpin
tersebut harus di pertanyakan. Dalam artian, tanggung jawab inilah yang
menjadi “stempel” atau legitimasi atas kepemimpinan tersebut. Terlepas
kemudian hasil dari tanggung jawab itu baik atau buruk yang menjadi hal
penting adalah pemimpin itu punya sikap, visi, pendirian serta komitmen
atas tanggung jawab tersebut. Dan hal yang lumrah jika kemudian pemimpin
dicibir sebagai respon perlakuannya atau sikapnya pada tanggung jawab
yang diemban tersebut. Seberapa keras pun cibiran itu, pemimpin harus
pintar-pintar dan strategi menyikapinya. Bahkan bisa dijadikan sebagai
bahan masukan untuk kerja dan juga semangat untuk memperbaiki kinerja.
Namun jika, kemudian pemimpin meresponnya
dengan reaksioner, kelabakan sampai harus diumber didepan publik dengan
nada keluh kesah, maka publik pun akan menilainya variatif. Bisa saja
ada yang bersimpatik namun juga tidak sedikit yang merasa “aneh-geli”
sebab dinilai (juga) diluar kepatutan dan kepantasan seorang pemimpin.
Entah apa yang ingin dicapai ketika melakukan hal ni, mungkin membangun
image, pencitraan bahwa pemimpin ini (sekarang) sedang difitnah, digoyah
dan tak dihormati. Dan tidak akan memperkarakannya secara hukum,
meskipun ada penyelesaian jalur hukum. Makanya, kamu harus merasa
kasihan melihat pemimpinmu diperlakukan seperti ini. cara membuat
pemimpin tersebut “seakan” teraniaya, bisa merebut simpatik.
pemimpin yang seperti ini pasti paham betul
kondisi sosial-psikologis masyarakatnya. Yaitu cepat merasa kasihan, iba
terhadap orang yang teraniaya atau yang tersudutkan. dan jika sudah
berperasaan kasihan maka, rasa simpatik terhadap yang merasa di aniaya
akan muncul dimana-mana. Gejala ini bisa diraba dan diperikasa di
media-media. Mungkin kita masih ingat betul, beberapa tahun silam, salah
satu konteks akademi di stasiun TV swasta yang diseleksi lewat polling
SMS oleh pemirsa. Maka munculkanlah salah satu peserta konteks bernyanyi
tersebut dari kalangan orang miskin, masyarakat pinggiran, orang yang
tak berpunya lau kemudian dibesar-besarkan oleh media tersebut.
Walhasil, juaralah dia dengan perolehan SMS yang tinggi. Selain dari
pada hal ini, reality-reality show dan tentu saja sinetron yang marak
cukup mempengaruhi pola pikir dan karakter masyarakat kita. Kondisi
seperti ini, menjadikan masyrakat kita lemah terhadap pembentukan daya
kritisnya serta minus pembelajaran yang bisa digapai. Maka jadilah
masyaraat kita sabar dengan keadaanya sekarang. Namun disisi lain juga,
mereka bahkan jarang mengeluh. Ketika minyak tanah langka, harga sembako
naik, bencana datang silih menghampiri. Mereka tetap sabar
menghadapinya dan rasa ibanya juga ikut terpelihara.
Tapi juga merupakan kesalahan fatal, sebab
pemimpin bukan hanya seorang yang diserahi setumpuk kepercayaan dalam
hal melakukan perubahan, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya juga
adalah pemimpin itu harus jadi panutan atau role of model dan sumber
pengetahuan. Pemimpin juga punya tanggung jawab untuk membuat bawahan
dan masyarakat untuk menjadi cerdas. Pemimpin yang demikian juga malah
memperdaya “kelemahan pemahaman” masyarakatnya untuk meraih popularitas
dan juga memperpanjang keterbelakangan masyarakatnya. Karena ketika
pemimpin mengedepankan sebuah moralitas yang patut dianut maka dengan
sendirinya akan banyak berdampak di lapisan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar